Postingan 10
Dalam menafsirkan makna korupsi, para hakim selalu menetapkan
batasan , unsure, dan vonisnya dalam perkara yang bersangkutan kepada
rambu-rambu peraturan undang-undang yang terkait korupsi. Dalam pemeriksaan perkara
korumpsi hakim tidak dapat berdiri sendiri. Hakim terikat dalam surat dakwaan
yang diajukan oleh jaksa penuntut umum yang selalu mendakwa terdakwa dengan
Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Perdana Korupsi (UU
31/1999 jo.UU 20/2001 selanjutnya: UU PTPK) dengan berbagai variasinya).
Secara teoritik , sebenarnya terdapat perbedaan konsep dan
para meter “perbuatan melawan hukum” dngan “penyalahgunaan wewenang”. Namun
demikian dalam prakteknya hakim masih mencampuradukan keduan konsep tersebut.
Dalm hal unsure penyalahgunaan wewenang tidak terbukti , maka belum tentu
unsure melawan hukum tidak terbukti.
Untuk membuktikan adanya unsur melawan hukum, maka parameter
yang harus digunakan adalah perbuatan melawan hukum secara formal dan material.
Untuk membuktikan unsur melawan hukum secara formal, parameter yang digunakan
adalah ‘perbuatan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan’ atau
asaslegalitas. Sedangkan pembuktian hukum secara material menggunakan parameter
‘bertentangan dengan nilai kepatutan dan nilai keadilan didalam masyarakat’.
Referensi : “Pemaknaan Hakim Tentang Korupsi dan
Implikasinya pada Putusan : Kajian Pesar-dasar perrspektif Hermeneutika Hukum”
disusun oleh M.Syamsudin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar