Kamis, 18 Juni 2015

CARA MEMBUAT PASSWORD DI PONSEL SAMSUNG

CARA MEMBUAT PASSWORD DI PONSEL SAMSUNG


  • Pilih pengaturan
  • Pilih dan klik kunci layar
  • pilih kunci layar
  • lalu, pilih pola yang anda inginkan
  • lalu pilih selesai..

Rabu, 17 Juni 2015

CARA MENGHAPUS APLIKASI DI PONSEL SAMSUNG

CARA MENGHAPUS APLIKASI DI PONSEL SAMSUNG


  • pilih pengaturan
  • pilih dan klik manajer aplikasi
  • pilih dan klik aplikasi yang ingin dihapus
  • lalu pilih dan klik "Paksa Berhenti"
  • aplikasi akan terhapus dengan sendirinya..

LIRIK LAGU STASIUN BALAPAN

Didi Kempot - Stasiun Balapan

neng stasiun balapan
kuto solo seng dadi kenangan
koe karo aku maliko ngeterke lungamu

neng stasiun balapan
rasane koyok wong kelangan
koe ninggal aku
ra kroso netes eluh neng pipiku

daa...
dada sayang..
daa...
slamat jalan..

janji lungo mong sedelok
jare seulan ra ono
pamit mung nalikas mono
neng stasiun balapan solo

jare lungo mung sedelok
malah tonpo kirim warto
lali opo pancen lali
yen eling mbok enggal bali

neng stasiun balapan
rasane koyok wong kelangan

janji lungo mong sedelok
jare seulan ra ono
pamit mung nalikos mono
neng stasiun balapan solo

jare lungo mung sedelok
malah tonpo kirim warto
lali opo pancen lali
yen eling mbok enggal bali

neng stasiun balapan
kuto solo seng dadi kenangan
koe karo aku maliko ngeterke lungamu

neng stasiun balapan
rasane koyok wong kelangan

by: Camilla.Zahra

Lirik Lagu Cinta Datang Terlambat

Maudy Ayunda - Cinta Datang Terlambat

tak ku mengerti mengapa begini
waktu dulu ku tak pernah merindu
tapi saat semuanya berrubah
kau jauh dariku
pergi  tinggalkan ku

mungkin memang ku cinta
mungkin memang ku sesali
pernah tak hiraukan rasamu
duluu..

aku hanya ingkari
kata hatiku saja
tapi mengapa cinta datang terlambat

tapi saat semuanya berubah..
kau jauh dariku
pergi tinggalkanku..

mungkin memang ku cinta
mungkin memang ku sesali
pernah tak hiraukan rasamu
duluu..

aku hanya ingkari
kata hatiku saja
tapi mengapa kini
cinta datang terlambat

eeuuhhh...
huuu.. yee...ee...
ooohhh......

mungkin memang ku cinta
mungkin memang ku sesali
pernah tak hiraukan rasamu
duluu..

aku hanya ingkari
kata hatiku saja
tapi mengapa kini
cinta datang terlambat

by : Camilla.Zahra

PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN DALAM BALANCED SCORECARD

Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Kaplan, Norton (2000), perpsektif pembelajaran dan pertumbuhan mengidentifikasikan infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Perspektif keempat dalam Balanced Scorecard ini adalah mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran yang mengendalikan pembelajaran dan pertumbuhan organisasi. Gaspers, Vincent (2003), tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan memberikan infrastrutur yang memungkinkan tujuan-tujuan ambisius dalam ketiga perspektif sebelumnya tercapai. Tujuan perspetif ini merupakan pengendalian untuk mencapai keunggulan outcome ketiga perspektif sebelumnya. Terdapat tiga katagori dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu : (1) kompetensi karyawan, (2) infrastrutur teknologi, dan (3) kultur perusahaan.

sumber :
 Gasper, Vincent, 2003, Balanced Scorecard Dengan Six Sigma: Untuk Organisasi Bisnis Pemerintahan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kaplan, Robert S., dab Norton, David P., 2000, Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi, Harvad Business Scool.

PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL DALAM BALANCED SCORECARD

Perspektif Proses Bisnis Internal
Kaplan, Norton (2000), dalam balanced scorecard tujuan dan ukuran perspektif proses bisnis internal diturunkan dari strategi eksplisit yang ditujukan untuk memenuhi harapan para pemegang saham dan pelanggan sasaran. Dalam perspektif ini, penulis menggunakan kuesioner dalam yang dibagikan kepada karyawan. Gaspers, Vincent (2003), dalam perpsektif proses bisnis internal Balanced Scorecard, manajer harus mengidentifikasi proses-poses yang paling kritis untuk mencapai tujuan peningkatan nilai bagi pelanggan dan tujuan peningkatan nilai bagi pemegang saham. Balanced Scorecard biasanya menggunakan model rantai nilai proses bisnis internal yang terdiri dari tiga komponen utaman, yaitu :
1.      Proses Inovasi
      
2.      Proses Operasional
      
3.      Proses Pelayanan

      
sumber : 
Gasper, Vincent, 2003, Balanced Scorecard Dengan Six Sigma: Untuk Organisasi Bisnis Pemerintahan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kaplan, Robert S., dab Norton, David P., 2000, Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi, Harvad Business Scool.

PERSPEKTIF PELANGGAN DALAM BALANCED SCORECARD

Perspektif Pelanggan
                        Kaplan, Norton (2000), dalam perspektif pelanggan balanced scorecard, para manajer mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar dimana unit bisnis tersebut akan bersaing dan berbagai ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen sasaran. Perspektif pelanggan memungkinkan para manajer unit bisnis untuk mengartikulasikan strategi yang berorientasi kepada pelanggan yang akan memberikan keuntungan financial masa depan yang lebih besar. Gaspers, Vincent (2003), dalam perspektif pelanggan dan segmen pasar dimana meraka akan berkompetisi. Elemen yang paling penting dalam suatu bisnis adalah kebutuhan pelanggan. Untuk mengetahui sejauh mana kepuasaan pelanggan. Penulis menggunakan kuesioner untuk mengetahui kepuasaan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan perusahaan.

sumber :
Gasper, Vincent, 2003, Balanced Scorecard Dengan Six Sigma: Untuk Organisasi Bisnis Pemerintahan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kaplan, Robert S., dab Norton, David P., 2000, Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi, Harvad Business Scool.

KELEMAHAN BALANCED SCORECARD

KELEMAHAN BALANCED SCORECARD

Balanced Scorecard merupakan perkembangan baru dalam suatu manajemen perusahaan yaitu sebagai sarana pengukuran kinerja yang telah dicapai dan masih banyak permasalahan yang belum dapat dipecahkan dengan Balanced Scorecard. Menurut Anthony and David (2003) kelemahan dari Balanced Scorecard adalah:
1.      Hubungan yang buruk antara pengukuran nonfinancial dan hasil
Tidak ada garansi bahwa keuntungan masa mendatang dapat mengikuti pencapaian target pada berbagai area nonfinancial. Ini mungkin masalah terbesar dari Blanced Scorecard karena adanya asumsi bahwa keuntungan masa mendatang terjadi karena mengikuti semua pengukuran Balanced Scorecard.
2.      Perbaikan pada hasil financial
Tekanan tambahan dihasilkan dari lemahnya keterikatan Balanced Scorecard dengan program insentif sehingga senior manager sering kali dikompensasikan untuk performa financial. Hal ini dapat mengganggu pencapaian tujuan mengakibatkan manajer lebih fokus pada sisi financial dibandingkan pengukuran lainnya.
3.      Pengukuran tidak diperbarui

Banyak perusahaan tidak memiliki mekanisme formal untuk memperbarui pengukuran agar selaras dengan perubahan dan tahapan dari strategi. Hasilnya adalah perusahaan tetap mengukur performa berdasarkan strategi sebelumnya.

SUMBER : Anthony, N. Robert, and David W.Younget, 2003, Management Control in Nonprofit Organization, Seven Edition New York, McGraw-Hills Companies.

SEJARAH BALANCED SCORECARD

SEJARAH BALANCED SCORECARD

Menurut Mulyadi (2001) Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi masalah mengenai kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan. kemudian, Balanced Scorecard mengalami perkembangan implementasinya, tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja eksekutif namun meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategi.
            Sebelum tahun 1990-an, seluruh kinerja eksekutif hanya dicurahkan pada kinerja keuangan, sehingga mengabaikan kinerja non keuangan seperti kepuasan customers, produktivitas dan cost-effectiveness proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, dan keberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan customer.
            Dalam sebuah artikel yang berjudul “balanced scorecard-measures that drive performance” dalam  harvad business review  (januari – februari 1992) menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif dimasa depan diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif: keuangan, customer, proses bisnis/intern, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran tersebut disebut Balanced Scorecard yang memotivasi eksekutif dalam menwujudkan kinerja dalam keempat perspektif tersebut agar keberhasilan keuangan yang diwujudkan bersifat sustainable (berjangka panjang).
            Setelah keberhasilan penerapan Balanced Scorecard di tahun 1992 sebagai perluasan kinerja eksekutif, Balanced Scorecard kemudian diterapkan ke tahap managemen yang lebih strategi sebelum penilaian kinerja.
            Pertengahan tahun 1993, Ranaissance solutions, inc. (RSI) sebuah perusahaan konsultan yang dipimpin oleh David P.Norton (yang semula menjadi CEO Nolan Institute) menerapkan Balanced Scorecard sebagai pendekatan untuk menerjemahkan dan mengimplementasikan strategi di berbagai perusahaan kliennya. Sehingga Balanced Scorecard berkembang menjadi inti system management strategy (strategi management sistem), keberhasilan tersebut dilaporkan dalam suatu artikel di Harvard Business Review (januari-februari 1996) berjudul “using Balanced Scorecard as a strategi management sistem.”

            Pada awal tahun 2000, Balanced Scorecard dikomunikasikan ke seluruh personel dan dengan teknologi informasi, koordinasi dalam mewujudkan berbagai sasaran strategi yang telah ditetapkan. 

SUMBER : Mulyadi, 2001, Balanced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer Untuk Pelipatan ganda Kinerja Keuangan Perusahaan, Jakarta: Salemba empat.

Selasa, 02 Juni 2015

JURNAL AKUNTANSI

NAMA : CAMILLA ZAHRA
NPM : 28211484
KELAS : 4EB08
TUGAS MENGUPLOAD JURNAL

dinamika Keuangan dan Perbankan, Mei 2011, Hal: 17- 37
ISSN : 1979-4878
17
Vol. 3, No.1
REAKSI SIGNAL RASIO PROFITABILITAS DAN RASIO SOLVABILITAS TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN
PROFITABILITY AND SOLVABILITY RATIO  REACTION SIGNAL TOWARD STOCK RETURN COMPANY

Yeye Susilowati
Program Studi Akuntansi Universitas Stikubank
Jl. Kendeng V Bendan Ngisor Semarang  50233

Tri Turyanto


ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk menguji pengaruh faktor fundamental (EPS, NPM, ROA, ROE dan DER) terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2006-2008.  Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan kriteria sebagai (1) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2008. (2) selalu tampak laporan keuangan tahunan selama periode 2006-2008. (3) selalu memiliki keuntungan. Data yang diperlukan dalam penelitian ini diambil dari Direktori Pasar Modal Indonesia (ICMD) 2006-2008 diakuisisi 149 perusahaan sampel. Analisis data regresi berganda dengan dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hipotesis uji yang digunakan t-statistik dan f-statistik pada tingkat signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhada return saham . Dan Earning per Share (EPS), Net Profit Margin (NPM), Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE) tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor kinerja fundamental utang terhadap ekuitas (DER) yang digunakan oleh investor untuk memprediksi return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2006-2008.

Kata Kunci: Earning Per Share, Net Profit Margin, Return on Asset, Return on Equity, Debt to Equity Ratio and Stock Return


ABSTRACT

This research performed in order to test influence of fundamental factor (EPS, NPM, ROA, ROE and DER) toward stock return of manufacture companies that listed in Indonesia Stock Exchange for period 2006-2008. Sampling technique used in the research is purposive sampling with criteria as (1) listed in Indonesia Stock Exchange in 2006-2008. (2) always seem annual financial report over period 2006-2008. (3) always have gain. Data that needed in this research taken from Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2006-2008 was acquired 149 sample company. Data analysis with multiple regressions with ordinary least square (OLS) method. Hypotheses test used t-statistic and f-statistic at level significance 5%. The result of this research show Debt to Equity Ratio (DER) have significant effect towards stock return.. And Earning per Share(EPS) , Net Profit Margin (NPM), Return on Asset (ROA) and Return on Equity don’t have significance effect toward stock return. Result of this research indicate that fundamental factor performance debt to equity ratio (DER) used by investor to predict stock return of manufacture company that listed in Indonesia Stock Exchange at period 2006-2008.

Key words: Earning per Share, Net Profit Margin, Return on Asset, Return on Equity, Debt to Equity Ratio and Stock Return
`





PENDAHULUAN
Salah satu informasi yang dibutuhkan investor adalah informasi laporan keuangan atau laporan keuangan tahunan. Paling sedikit satu kali dalam setahun perusahaan publik berkewajiban menerbitkan laporan keuangan tahunan kepada investor yang ada di bursa. Bagi investor, laporan keuangan tahunan merupakan sumber berbagai macam informasi khususnya neraca dan laporan laba rugi perusahaan. Oleh karena itu, publikasi laporan keuangan perusahaan (emiten) merupakan saat-saat yang ditunggu oleh para investor di pasar modal karena dari publikasi laporan keuangan itu para investor dapat mengetahui perkembangan emitmen, yang digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk membeli atau menjual saham-saham yang dimiliki. Studi di masa lalu telah menunjukkan pentingnya laporan keuangan tahunan perusahaan sebagai sumber untuk investasi (Sunarto, 2001).
Crabb (2003) menyatakan :“Fundamental analysis is an examination of corporate accounting reports to asses the value of company, that investor can use to analysze a company’s stock prices“. Pernyataan ini menggambarkan bahwa informasi akuntansi atau laporan keuangan perusahaan dapat digunakan oleh investor sebagai faktor fundamental, untuk menilai harga saham perusahaan. Persoalan yang timbul adalah sejauh mana informasi perusahaan publik tersebut mempengaruhi harga saham dipasar modal dan faktor atau variabel apa saja yang menjadikan indikator, sehingga perusahaan dapat mengendalikannya, sehingga tujuan meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan nilai saham yang diperdagangkan di pasar modal dapat dicapai.
Analisis faktor fundamental didasarkan pada laporan keuangan perusahaan yang dapat dianalisis melalui analisa rasio-rasio keuangan dan ukuran-ukuran lainnya seperti cash flow untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan (Robert Ang, 1997). Rasio keuangan dikelompokkan dalam lima jenis yaitu: (1) rasio likuiditas; (2) rasio aktivitas; (3) rasio profitabilitas; (4) rasio solvabilitas (leverage); dan (5) rasio pasar. Rasio profitabilitas terdiri dari enam rasio yaitu: gross profit margin (GPM), net profit margin (NPM), operating return on assets (OPROA), return on asset (ROA) atau sering disebut return on investment (ROI), return on equity (ROE), dan operating ratio (OPR).
 Earning per share (EPS) merupakan rasio  yang menggambarkan tingkat laba yang diperoleh oleh para pemegang saham, dimana tingkar laba (per lembar saham) menunjukkan kinerja perusahaan terutama dari kemampuan laba yang dikaitkan dengan pasar. EPS menunjukkan bahwa semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan per lembar saham bagi pemiliknya, maka hal akan mempengaruhi return saham perusahaan tersebut di pasar modal. Oleh sebab itu, perusahaan yang stabil akan memperlihatkan stabilitas pertumbuhan EPS, sebaliknya perusahaan yang tidak stabil akan memperlihatkan pertumbuhan yang fluktuatif.
Beberapa bukti empiris yang mendukung teori tersebut seperti yang dilakukan oleh Dodd dan Chen (1996). Hasil penelitian dari Dodd dan Chen (1996) menunjukkan bahwa EPS berpengaruh positif terhadap return saham. Penelitian oleh Kilic, et al (1998) pada Bursa Efek Turki dengan sampel saham perusahaan-perusahaan manufaktur pada tahun 1993-1997, menemukan bahwa EPS merupakan variabel yang berpengaruh terhadap return saham. Catur Wulandari (2005); Yogo Purnomo (1998); Imron Rosyadi (2002) masing-masing menunjukkan bahwa EPS hubungan yang positif dan signifikan terhadap return saham. Hasil yang berbeda penelitian yang dilakukan oleh Claude, at al (1996) berhubungan dengan EPS lebih banyak disorot dari segi price earning ratio (PER)-nya, Penelitian tersebut tidak menghubungkan antara EPS dengan return saham Demikian juga Rita Kusumawati (2004) mendapati bahwa semua factor fundamental yang diteliti termasuk EPS tidak signifikan terhadap return saham. Oleh karena dari penelitian tersebut masih menunjukkan perbedaan hasil, sehingga masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang “bagaimana pengaruh EPS terhadap return saham”.
Bukti empiris penelitian yang mendukung seperti dilakukan Kilic, et al (1998) yang menyatakan bahwa NPM berpengaruh terhadapa return saham. Asyik dan Sulistyo (2000) hasil penelitian menunjukkan bahwa NPM berpengaruh signifikan terhadap laba perusahaan. Sedangkan Imron Rosyadi (2002) menyatakan bahwa EPS secara simultan dengan EPS, ROA dan DER berpengaruh terhadap return saham. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Machfoedz (1994) menunjukkan hasil bahwa NPM tidak berpengaruh signifikan terhadap laba perusahaan. Demikian juga Catur Wulandari (2005) menyatakan bahwa NPM secara signifikan tidak berpengaruh terhadap return saham. Bukti-bukti empiris tersebut masih terdapat perbedaan hasil penelitian (research problem), sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut “bagaimana pengaruh NPM terhadap return saham”.
Return on Assets (ROA) menggambarkan kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aktiva yang digunakan untuk operasional perusahaan. ROA digunakan untuk mengetahui kinerja perusahaan berdasarkan kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan jumlah assets yang dimiliki, ROA akan dapat menyebabkan apresiasi dan depresiasi harga saham. Kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aktiva yang digunakan akan berdampak pada pemegang saham perusahaan. ROA yang semakin bertambah menggambarkan kinerja perusahaan yang semakin baik dan para pemegang saham akan mendapatkan keuntungan dari dividen yang diterima semakin meningkat, atau semakin meningkatnya harga maupun return saham.
Namun dalam kenyataannya teori tersebut tidak sepenuhnya didukung oleh bukti empiris yang dilakukan beberapa peneliti sebelumnya. Salah satu bukti empiris yang dilakukan Rina Trisnawati (1999) menunjukkan bahwa return on assets (ROA) tidak signifikan berpengaruh terhadap return saham di pasar perdana (saat IPO) maupun return saham dipasar sekunder. Hebble (2009) menunjukkan bahwa ROA tidak signifikan terhadap return saham. Hasil penelitian dari Imam Ghozali dkk (2002) yang menunjukkan bahwa ROA tidak signifikan berpengaruh terhadap return saham.
Sedangkan hasil penelitian dari Pancawati Hardiningsih dkk (2002) menunjukkan bahwa ROA berpengaruh signifikan dan positif terhadap return saham. Ambrose (2009) menunjukkan bahwa ROA positif dengan return saham. Nur Chozaemah (2004) ROA berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Sementara Sahib Natarsyah (2000) menunjukkan bukti bahwa ROA secara signifikan berpengaruh terhadap return saham di pasar sekunder. Minar Simanungkalit (2009) hasil serempak (uji F) menunjukkan bahwa ROA berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Dari dua kelompok hasil penelitian tersebut (di pasar perdana dan di pasar sekunder) ternyata profitabilitas perusahaan menunjukkan hasil yang berbeda-beda, sedangkan teori yang mendasari menyatakan semakin tinggi ROA berarti kinerja perusahaan semakin baik dan harga saham semakin tinggi, sehingga masih muncul permasalahan penelitian tentang “bagaimana pengaruh ROA terhadap return saham”.
Return on equity (ROE) merupakan ukuran kemampuan perusahaan (emiten) dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan modal sendiri, sehingga ROE ini sering disebut sebagai rentabilitas modal sendiri. Rasio ini diperoleh dengan membagi laba setelah pajak dengan rata-rata modal sendiri. Sebagaimana ROA, maka semakin tinggi ROE juga menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik dan berdampak pada meningkatnya harga saham perusahaan. Jika harga saham semakin meningkat maka return saham juga akan meningkat, maka secara teoritis, sangat dimungkinkan ROE berpengaruh positif terhadap return saham.
Bukti empiris penelitian yang mendukung teori tersebut diantara Kilic, et al (1998), Utama & Yulianto (1998),  Syahib Natarsyah (2000), Catur Wulandari (2005), dan Albed Eko Limbong (2006)  mendukung teori tersebut dimana ROE secara signifikan berpengaruh positif terhadap return saham. Hasil yang berbeda didapat dari penelitian W.David Wall (2004) yang menyatakan bahwa ROE  diketemukan menyimpang secara substansial dari normalitas. Nur Chozaemah (2004) menunjukkan ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham individual. Karena masih terdapat permasalahan penelitian, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang “bagaimana pengaruh ROE terhadap return saham”
Debt to Equity Ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh berapa bagian dari modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. DER menunjukkan tentang imbangan antara beban hutang dibandingkan modal sendiri. DER juga memberikan jaminan tentang seberapa besar hutang-hutang perusahaan dijamin modal sendiri. Pemilihan alternatif penambahan modal yang berasal dari hutang karena pada umumnya hutang memiliki beberapa keunggulan ( Brigham and Gapenski, 1997: 767-768): 1) bunga mengurangi pajak sehingga biaya hutang rendah, 2) kreditur memperoleh return terbatas sehingga pemegang saham tidak perlu berbagi keuntungan ketika kondisi bisnis sedang maju, 3) kreditur tidak memliki hak suara sehingga pemegang saham dapat mengendalikan perusahaan dengan penyertaan dana yang kecil. Sesuai dengan EBIT-EPS Analysis (Gitman, 1994:465-468); bila biaya bunga hutang murah, perusahaan akan lebih beruntung menggunakan sumber modal berupa hutang yang lebih banyak, karena menghasilkan laba per saham yang makin banyak. Penggunaan hutang yang makin banyak, yang dicerminkan oleh debt ratio (rasio antara hutang dengan total aktiva) yang makin besar, pada perolehan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) yang sama akan menghasilkan laba per saham  yang lebih besar. Jika laba per saham meningkat, maka akan berdampak pada meningkatkannya harga saham atau return saham, sehingga secara teoritis DER akan berpengaruh positif pada return saham.
 Bukti empiris yang menunjukkan bahwa DER mempunyai pengaruh positif berasal dari penelitian Syahib Natarsyah (2000) yang menunjukkan bahwa DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Sparta (2000), Imron Rosyadi (2002),  dan Fransisca dan Hasan Sakti Siregar (2008) menunjukkan bahwa DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.
Harries Hidayat dan Hekinus Manao (2000) dalam penelitiannya justru menunjukkan bahwa return saham tidak dipengaruhi secara nyata oleh perubahan porsi sumber dana dari pinjaman (DER). Demikian pula hasil penelitian dari Saiful Anam (2002) yang menunjukkan bahwa DER tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Gulnur Murodonglu (2008) menemukan bahwa leverage termasuk didalamnya DER mempunyai hubungan negatif terhadap return saham. Beberapa bukti empiris penelitian terhadap DER masih terdapat perbedaan hasil penelitian (research problem) maka perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang “bagaimana pengaruh  DER terhadap return saham”.
Berdasarkan beberapa bukti empiris hasil penelitian dan teori yang mendasarinya sebagaimana diuraikan dimuka, maka masih ditemukan permasalahan yang menghubungkan pendekatan keuntungan/laba dan solvabilitas terhadap return saham, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada saham kelompok  industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008. Permasalahan penelitian yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut :
1) Bagaimana pengaruh earning per share (EPS) terhadap return saham di BEI?, 2) Bagaimana pengaruh net profit margin (NPM) terhadap return saham di BEI?, 3) Bagaimana pengaruh return on asset (ROA) terhadap return saham di BEI?,
4) Bagaimana pengaruh return on equity (ROE) terhadap return saham di BEI?, 5) Bagaimana pengaruh debt to equity ratio (DER) terhadap return saham di BEI?.
KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Investasi Pasar Modal
Investasi merupakan kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih dan satu aset selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan dan meningkatkan nilai investasi. Seseorang melakukan investasi antara lain ingin mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang, mengurangi tekanan inflasi dan dorongan untuk menghemat pajak.
Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dalam pengambilan keputusan. Informasi mempunyai makna apabila investor tersebut melakukan transaksi di pasar modal. Investor dalam melakukan investasi akan melakukan perkiraan tentang beberapa tingkat penghasilan yang diharapkan dari investasinya untuk periode tertentu di masa yang akan datang (Eduardus Tandelilin, 2001). Ketidakpastian akan tingkat penghasilan merupakan inti dari investasi, yaitu bahwa pemodal harus selalu mempertimbangkan unsur ketidakpastian yang merupakan risiko investasi.
Teori Sinyal
Teori Sinyal menjelaskan tentang bagaimana para investor memiliki informasi yang sama tentang prospek perusahaan sebagai manajer perusahaan ini disebut informasi asimetris. Namum dalam kenyataannya manajer sering memiliki informasi lebih baik dari investor luar. Hal ini disebut informasi asimetris, dan ini memiliki dampak penting pada struktur modal yang optimal (Brigham, 2005). Signaling theory juga menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan infomasi laporan keuangan pada pihak internal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi tersebut adalah karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak investor karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang dibanding pihak luar (investor, kreditor) (Minar Simanungkalit, 2009). Pada motivasi signaling manajemen melakukan kebijakan akrual yang mengarah pada presistensi laba. Motivasi signaling mendorong manajemen menyajikan laporan laba yang dapat mencerminkan laba sesungguhnya (Sunarto, 2008).
Teori Sinyal juga mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal tersebut berupa informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik ataupun pihak yang berkepentingan. Sinyal yang diberikan dapat juga dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan, laporan apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik, atau bahkan dapat berupa promosi serta informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari pada perusahaan lain.
Menurut teori sinyal kegiatan perusahaan memberikan informasi kepada investor tentang prospek return masa depan yang substansial. Informasi sebagai sinyal yang diumumkan pihak manajemen kepada publik bahwa perusahaan memiliki prospek bagus dimasa depan (Yeye Susilowati, 2006). Marwata (2001) menyatakan bahwa return yang meningkat akan diprediksi dan memberikan sinyal tentang laba jangka pendek dan jangka panjang dan analisa yang mengungkap sinyal tersebut digunakan untuk memprediksi peningkatan earning jangka panjang.
Teori sinyal ini membahas bagaimana seharusnya sinyal-sinyal keberhasilan atau kegagalan managemen (agent) disampaikan kepada pemilik modal (principle). Penyampaian laporan keuangan dapat dianggap sebagai sinyal, yang berarti bahwa apakah agen telah berbuat sesuai dengan kontrak atau belum. Teori sinyal juga memprediksikan bahwa pengumuman efek pada harga saham dan kenaikan deviden adalah positif.
Analisis Fundamental
Secara umum terdapat 2 pendekatan yang sering digunakan oleh investor untuk menganalisis dan menilai saham di pasar modal, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal (Bodie, et al, 2005). Analisis fundamental adalah studi tentang ekonomi, industri, dan kondisi perusahaan untuk memperhitungkan nilai perusahaan. Analisa fundamental menitik beratkan pada data-data kunci dalam laporan keuangan perusahaan untuk memperhitungkan apakah harga saham sudah diapresiasi secara akurat. Tujuan analisis fundamental adalah untuk menentukan apakah nilai saham berada pada posisi underpriced atau overpriced. Saham dikatakan underpriced bilamana harga saham di pasar saham lebih kecil dari harga wajar atau nilai yang seharusnya (nilai intrinsik), dan saham dikatakan overpriced apabila harga saham di pasar saham lebih besar dari nilai intrinsiknya.
Menurut Francis (1988), “In preparing their estimate of security’s value, fundamental analysts study the basic financial and economic facts about the company that issues the security. They study the level and trend of the firm’s sales and earnings, the quality of the firm’s products, the firm’s competitive position in the markets where its products are sold, the firm’s labor relations, the firm’s sources of raw materials. The government rules that apply to the firm, and many other factors that may affect the value of the firm’s common stock”.
Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa untuk memperkirakan harga saham dapat digunakan analisis fundamental yang menganalisa kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Analisanya dapat meliputi trend penjualan dan keuntungan perusahaan, kualitas produk, posisi persaingan perusahaan di pasar, hubungan kerja pihak perusahaan dengan karyawan, sumber bahan mentah, peraturan-peraturan perusahaan dan beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai saham perusahaan tersebut.
Analisis fundamental berlandaskan atas kepercayaan bahwa nilai suatu saham sangat dipengaruhi oleh kinerja perusahaan yang menerbitkan saham tersebut (Murtanto dan Harkivent, 2000). Kinerja keuangan perusahaan dituangkan dalam bentuk laporan keuangan dan diukur dengan alat ukur dalam bentuk rasio yang diantaranya berupa rasio profitabilitas dan rasio solvabilitas.
1.   Profitabilitas
Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasionalnya merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan (analisis fundamental perusahaan) karena laba perusahaan selain merupakan indicator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang.
Efektifitas manajemen dalam menggunakan total aktiva maupun aktiva bersih seperti tercatat dalam neraca dinilai dengan menghubungkan laba bersih – yang didefinisikan dengan berbagai cara – terhadap aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba. Hubungan seperti itu merupakan salah satu analisis yang memberikan gambaran lebih, walaupun sifat dan waktu dari nilai yang ditetapkan pada neraca cenderung menyimpangkan hasilnya. Bentuk paling mudah dari analisi fundamental adalah menghubungkan laba bersih (pendapatan bersih) yang dilaporkan terhadap total aktiva di neraca.
2.      Solvabilitas
Struktur modal merupakan perbandingan atau proporsi dari total hutang dengan modal sendiri dalam perusahaan. Keputusan struktur modal berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar, sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Sumber dana perusahaan dari internal berasal dari laba ditahan. Dana yang diperoleh dari sumber eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik perusahaan. Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari kreditur meupakan utang bagi perusahaan.
Rasio solvabilitas dalam penelitian ini diukur dalam skala rasio yaitu Debt to Equity Ratio (DER). Semakin besar DER menunjukkan bahwa struktur modal lebih banyak memanfaatkan hutang dibandingkan dengan modal sendiri. Menurut Bambang Riyanto (2001:32), “rasio utang dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua utang-utangnya (baik hutang jangka pendek maupun utang jangka panjang)”. Pembiayaan dengan utang, memiliki 3 implikasi penting (1) memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang terbatas, (2) kreditur melihat ekuitas, atau dana yang disetor pemilik, untuk memberikan margin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur; (3) jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan menjadi lebih besar. Akan tetapi, jika pengembalian yang diperoleh atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibandingkan dengan bunga, maka pengembalian atas modal pemilik semakin kecil.
Pendekatan teori struktur modal yang mempertimbangkan posisi leverage adalah teori Modigliani dan Miller yang dikenal dengan proporsi II, dimana dikatakan bahwa laba yang diharapkan oleh pemegang saham akan meningkat dengan adanya penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan. Menurut Agnes Sawir (2005:13), “rasio leverage mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan”. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya seandainya perusahaan tersebut pada saat itu dilikuidasi. Dengan demikian solvabilitas berarti kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua utangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Menurut Brigham, et.al (1998:298) “dalam teori trade off, setiap perusahaan harus menetapkan targer struktur modalnya, yaitu pada posisi kesimbangan biaya dan keuntungan marginal dari pendanaan dengan hutang, sebab pada posisi itu nilai perusahaan menjadi maksimum”. Berdasarkan teori ini, menggunakan semakin banyak hutang berarti memperbesar resiko yang ditanggung pemegang saham (ekuitas) dan juga memperkecil tingkat pengembalian yang diharapkan, sehingga potensial mengurangi return saham.
Konsep Return Saham
Return (kembalian) adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya. Tanpa adanya tingkat keuntungan yang dinikmati dari suatu investasi, tentunya investor (pemodal) tidak akan melakukan investasi. Jasi setiap investasi baik jangka pendek maupun jangka panjang mempunyai tujuan utama mendapatkan keuntungan yang disebut sebagai return saham baik langsung maupun tidak langsung (Robert Ang, 1997; hal 20.2).
Komponen return saham terdiri dari dua jenis yaitu current income (pendapatan lancer) dan capital gain (keuntungan selisih harga). Current income merupakan keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang bersifat periodic seperti pembayaran bunga deposito, bunga oblogasi, deviden dan sebagainya. Disebut sebagai pendapatan lancer, maksudnya adalah keuntungan yang diterima biasanya dalam bentuk kas atau setara kas, sehingga dapat diuangkan secara cepat, seperti bunga atau jasa giro dan deviden tunai.  Dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham dapat dikonversi menjadi uang kas yang setara kas adalah saham bonus atau deviden saham.
Deviden merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) yang besarnya diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Deviden yang dibayarkan dapat berupa deviden tunai (cash dividend) dan deviden saham (stock dividend). Deviden tunai merupakan deviden yang dibayarkan dalaam bentuk uang tunai; sedangkan deviden saham merupakan deviden yang dibayrkan dlam bentuk saham dengan poporsi tertentu. Nilai suatu deviden tunai sesuai dengan nilai tunai yang dibayrkan, sedangkan nilai dari deviden saham dihitung dari rasio antara deviden per lembar saham (DPS) terhadap harga pasar per lembar saham.
Komponen kedua dari return saham adalah capital gain, yaitu keuntungan yang diterima karena adanya selisih antara harga jual dengan harga beli saham dari suatu instrument investasi. Capital gain sangat tergantung dari harga pasar instrument investasi, yang berarti bahwa instrument investasi harus diperdagangkan di pasar. Dengan adanya perdagangan maka akan timbul perubahan nilai suatu instrument investasi yang memberikan capital gain. Besarnya capital gain dilakukan dengan cara menghitung return histories yang terjadi pada periode sebelumnya, sehingga dapat ditentukan besarnya tingkat kembalian yang diinginkan.
Return realisasi (realted return) merupakan return yang terjadi yang dihitung berdasarkan data historis dan berfungsi sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan. Return histories juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspetasi (expected return) di masa datang. Return ekspetasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh investor di masa mendatang. Dari kedua konsep tersebut (dividend yield dan capital gain), maka konsep return yang digunakan dalam penelitian ini adalah capital gain yang lazim juga disebut sebagai capital actual, Alasan digunakan capital gain, karena tidak semua perusahaan membagikan deviden. Apabila data yang digunakan adalah data bulanan maka dividend yield tidak dapat diketahui setiap bulan, karena lazimnya dividend yield dapat diketahui setiap setahun sekali.
Perumusan Hipotesis
Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu yang menganalisa pengaruh EPS, NPM, ROA, ROE,  DER terhadap return saham dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengaruh Earning per Share (EPS) terhadap Return Saham
EPS merupakan perbandingan antara jumlah earning after tax (EAT) dengan jumlah saham yang beredar. EPS merupakan salah satu rasio keuangan yang sering digunakan oleh investor untuk menganalisa kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan saham yang dimiliki (Mamduh Hanafi, 1996). EPS merupakan komponen penting yang harus diperhatikan dalam analisa perusahaan, karena informasi EPS suatu perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan kepada semua pemegang saham dengan kata lain menggambarkan prospek earning perusahaan di masa mendatang. Besarnya EPS dapat diketahui dari informasi laporan keuangan perusahaan (Eduardus Tandelin, 2001).
EPS ini akan sangat membantu investor karena informasi EPS ini bisa menggambarkan prospek earning suatu perusahaan dimasa yang akan datang karena EPS menunjukkan laba bersih perusahaan yang siap dibagikan kepada semua pemegang saham perusahaan, maka semakin besar EPS akan menarik investor untuk melakukan investasi diperusahaan tersebut. Oleh karena itu, hal tersebut akan mengakibatkan permintaan akan saham meningkat dan harga saham akan meningkat, dengan demikian EPS berpengaruh positif terhadap return saham. Penelitian Catur Wulandari (2005),  dan Dodd dan Chen (1996) juga mendukung teori tersebut dimana EPS berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Berdasarkan teori tersebut, maka dapat diajukan hipotesis alternatif yang pertama (H1) sebagai berikut:
H1 : EPS mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap return  saham
2. Pengaruh Net Profit Margin (NPM) terhadap Return Saham
Net Profit Margin merupakan perbandingan antara laba setelah pajak (EAT) dengan penjualan. Net Profit Margin termasuk dalam salah satu rasio profitabilitas. Rasio ini digunakan untuk mengukur rupiah laba yang dihasilkan oleh setiap penjualan. Rasio ini memberikan gambaran tentang laba untuk para pemegang saham sebagai prosentase dari penjualan. Net Profit Margin juga dapat digunakan untuk mengukur seluruh efisiensi, baik produksi, administrasi, pemasaran, pendanaan, penetuan harga maupun manajemen pajak (Prastowo, 1995).
Semakin tinggi rasio Net Profit Margin berarti laba yang dihasilkan oleh perusahaan juga semakin besar maka akan menarik minat investor untuk melakukan transaksi dengan perusahaan yang bersangkutan. Karena secara teori jika kemampuan emiten dalam menghasilkan laba semakin besar maka harga saham perusahaan dipasar modal juga akan mengalami peningkatan, sehingga secara teoritis NPM berpengaruh positif terhadap return saham. Penelitian Rechtmawan Dwipayana (2007) menunjukkan bahwa NPM positif dan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap return saham. Berdasarkan konsep teori tersebut, maka dapat diajukan hipotesis alternatif yang kedua (H2) sebagai berikut :
H2  :     NPM mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham
3.Pengaruh Return on Asset (ROA) terhadap Return Saham
Return on Asset (ROA) merupakan ukuran seberapa besar laba bersih yang dapat diperoleh dari seluruh kekayaan (aktiva) yang dimiliki perusahaan. Dengan meningkatnya ROA berarti kinerja perusahaan semakin baik dan sebagai dampaknya harga saham perusahaan semakin meningkat. Dengan meningkatnya harga saham, maka return saham perusahaan yang bersangkutan juga meningkat. Dengan demikian ROA berhubungan positif terhadap return saham.
Menurut hasil penelitian Syahib Natarsyah (2000) Return On Asset mempunyai hasil yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Semakin besar Return on Asset menunjukkan kinerja semakin baik sehingga mampu memberikan laba bagi perusahaan dan akan mengundang investor untuk membeli saham akan tinggi. Sebaliknya, apabila Return on Asset semakin kecil menunjukkan bahwa dari total aktiva yang digunakan perusahaan mendapatkan kerugian, maka investor kurang suka melirik saham perusahaan tersebut dan harga sahamnya akan rendah.
Gordon (1996) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham perusahaan industri. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa  ROA berpengaruh terhadap harga saham. Nur Chozaemah (2004) menunjukkan bahwa ROA mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham pada perusahaan Barang dan Konsumsi yang go public di BEJ. Berdasarkan konsep teori tersebut, maka dapat diajukan hipotesis alternatif yang ketiga (H3) sebagai berikut :
H3 :    ROA mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham
4. Pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap Return Saham
ROE juga merupakan ukuran kinerja perusahaan ditinjau dari segi profitabilitasnya. Kemampuan menghasilkan laba bersih setelah pajak dari modal yang dimiliki oleh perusahaan menunjukkan kinerja yang semakin baik. ROE yang semakin meningkat, maka investor semakin tertarik untuk menanamkan dananya ke dalam perusahaan, sehingga harga saham cenderung meningkat. Sebagai dampaknya return saham juga meningkat, dengan demikian ROE berhubungan positif dengan return saham.
Catur Wulandari (2005) meneliti tentang pengaruh beberapa faktor fundamental terhadap perubahan return saham yang terdaftar di BEJ. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ROE berpengaruh terhadap perubahan harga saham. Yogo Purnomo (1998) dalam Syahib Natarsyah, (2000), mengkaji tentang keterkaitan kinerja keuangan dengan return saham pada 30 emiten di BEJ pada periode 1992-1996. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara return saham dengan indikator kinerja keuangan emiten seperti ROE. Albed Eko Limbang (2006),Annio Indah Lestari Nasution (2006),  juga mendukung diman ROE secara signifikan berpengaruh positif terhadap return saham. Berdasarkan konsep teori tersebut, maka dapat diajukan hepotesis alternatif yang ke empat (H4)  sebagai berikut
H4 :   ROE mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham
5.  Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Return Saham
Debt to Equity Ratio dipergunakan untuk mengukur tingkat penggunaan utang terhadap total shareholders’ equity yang dimiliki perusahaan. Total debt merupakan total liabilities (jangka pendek/jangka panjang), sedangkan total shareholder equity menunjukkan total modal sendiri yang dimiliki perusahaan.
Perusahaan yang sedang berkembang dan tumbuh hampir pasti akan memerlukan sumber pendanaan untuk mendanai operasional perusahaan. Perusahaan tersebut memerlukan banyak dana operasional yang tidak mungkin dapat dipenuhi hanya dari modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Sumber pendanaan yang bagi perusahaan diantaranya berasal dari hutang karena mempunyai kelebihan diantaranya; 1) bunga mengurangi pajak sehingga biaya hutang rendah, 2) kreditur memperoleh return terbatas sehingga pemegang saham tidak perlu berbagi keuntungan ketika kondisi bisnis sedang maju, 3) kreditur tidak memliki hak suara sehingga pemegang saham dapat mengendalikan perusahaan dengan penyertaan dana yang kecil.
Penggunaan hutang yang makin banyak, yang dicerminkan oleh debt ratio (rasio antara hutang dengan total aktiva) yang makin besar, pada perolehan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) yang sama akan menghasilkan laba per saham  yang lebih besar. Jika laba per saham meningkat, maka akan berdampak pada meningkatkannya harga saham atau return saham, sehingga secara teoritis DER akan berpengaruh positif pada return saham.
Catur Wulandari (2005) dan Syahib Natarsyah (2000) menemukan bukti empiris bahwa DER mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap return saham. Berdasarkan konsep teori tersebut diatas, maka dapat diajukan hipotesis alternatif ke enam (H5) sebagai berikut :
H5 : DER mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham
Kerangka Model Empiris
Pengaruh faktor-faktor fundamental yang terdiri earning per share (EPS), net profit margin (NPM), return on asset (ROA), return on equity (ROE), mempunyai pengaruh positif terhadap return saham, sedangkan faktor fundamental debt to equity ratio (DER) mempunyai pengaruh negatif terhadap return saham sehingga model empiris dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
EPS
      
 ROE
 DPR
NPM
Return Saham (Ri)
 




ROA
                                                            
ROE
                                                                       
DER
                                                      

                                                               
Model Matematis
Adapun bentuk persamaan yang digunakan  adalah:
Ri tα + β1 EPSt-1 + β2 NPM t-1 + β3 ROA t-1 + β4 ROE t-1 + β5 DER t-1 + e
Dimana:
Ri t= Return Saham
=                              konstanta
β1- β8=                         koefisien regresi variabel independen
EPS t-1=                       Earning per Share
NPM t-1=                     Net Profit Margin
ROA t-1=                     Return On Assets
ROE t-1=                     Return on Equity
DER t-1=                     Debt to Equity Ratio
e=                                kesalahan yang mempunyai nilai penghargaan sebesar 0

ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Adapun urutan pembahasan secara sistimatis adalah sebagai berikut: deskripsi umum hasil penelitian, pengujian normalitas, pengujian asumsi klasik, analisis data yang berupa hasil regresi, pengujian variabel independent secara parsial dan simultan dengan model regresi, pembahasan tentang pengaruh variabel independent terhadap variabel dependen.
Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan disektor manufaktur yang terdaftar (listed) di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2006 sampai dengan 2008. Berdasarkan data yang diperoleh dari ICMD 2009 diketahui bahwa jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI adalah 149 perusahaan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, sehingga dari 149 perusahaan yang terdaftar hanya 104 perusahaan yang memenuhi semua syarat penelitian untuk dijadikan sample, diantaranya bahwa perusahaan tersebut selalu secara periodik menyajikan laporan keuangan per 31 Desember 2006-2008, dan sahamnya selalu aktif diperdagangkan di BEI. Beberapa sampel juga digugurkan karena tidak memenuhi kreteria yang telah ditetapkan dan karena ketidaklengkapan data.
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif meliputi minimum, maksimum, mean dan standar deviasi. Adapun data variabel penelitian meliputi variabel dependen yaitu return saham dan variabel independen meliputi EPS (Earning per Share), NPM (Net Profit Margin), ROA (Return on Asset), ROE (Return on Equity),  dan DER (Debt to Equity Ratio). Hasil analisis  statistik deskriptif terlihat dalam table 2 (dalam lampiran):
Pengujian Normalitas Residual
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji skewness dengan tingkat signifikansi sebesar 5% atau 0,05 terlihat dalam table 3 (dalam lampiran ).
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa hasil uji normalitas terhadap sampel (N) sejumlah 212 menghasilkan rasio skewness sebesar 1,107, atau masih di bawah nilai Z tabel = 1,96 pada tingkat signifikansi 0,05 (5%)  ini menunjukkan bahwa semua variabel baik dependen (return saham) maupun variabel independen (EPS, NPM, ROA, ROE, dan DER) menghasilkan data yang terdistribusi normal.
Pengujian Asumsi Klasik
Suatu model dinyatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifat-sifat best liner unbiased estimator (Gujarati, 1997). Disamping itu suatu model regresi dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila lolos dari serangkaian uji asumsi ekonometrik yang melandasinya.
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui kondisi data yang ada agar dapat menentukan model analisis yang paling tepat digunakan. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari uji autokorelasi dengan menggunakan Durbin-Watson statistik, uji multikolinearitas dengan menggunakan Variance Inflation Factors (VIF) serta uji heteroskdastisitas dengan menggunakan uji Glejser.
Pengujian Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Konsekuensi dari adanya autokorelasi dalam suatu model regresi adalah varian sample tidak menggambarkan varian populasinya. Lebih jauh lagi, model regresi yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen pada nilai variabel independent tertentu.
 Untuk mendiagnosis adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dilakukan melalui uji Durbin-Watson (DW-test) dengan ketentuan sebagai berikut:            
Kurang dari 1,1           Ada autokorelasi
1,1 hingga 1,54           Tanpa kesimpulan
1,55 hingga 2,46         Tidak ada autokorelasi
2,46 hingga 2,9           Tanpa kesimpulan
Lebih dari 2,9              Ada autokorelasi
Pada Tabel 4 (dalam lampiran), berikut ini dapat dilihat hasil uji autokorelasi untuk persamaan regresi masing-masing variabel dalam penelitian ini.             
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa nilai Durbin-Watson sebesar 1,839. Berdasarkan jumlah sampel diatas 200 (n) dan jumlah variabel independen 5 (k = 5), maka diperoleh tabel Durbin-Watson batas bawah (dl) sebesar 1,716 dan tabel Durbin-Watson batas atas (du) sebesar 1,820. Oleh karena du < DW < 4-du atau 1,820< 1,839 < 2,180, maka dapat dinyatakan tidak ada autokorelasi positif maupun negatif dalam persamaan regresi dalam penelitian ini.
Pengujian Multikolinearitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan korelasi antar variabel-variabel bebas yang digunakan dalam persamaan regresi. Apabila sebagian atau seluruh variabel bebas berkorelasi kuat berarti terjadi multikolenearitas.
Metode yang dapat digunakan untuk menguji adanya multikolinearitas adalah dengan uji nilai tolerance value atau Variance Inflation Factor (VIF). Batas tolerance value adalah 0,10 dan Varian Inflation Factor (VIF) adalah 10 (Hair et al., 1998;48). Jika nilai tolerance value dibawah 0,10 atau nilai Variance Inflation Factor (VIF) di atas 10 maka terjadi multikolinearitas, hasil pengujian terlihat dalam table 5..
Hasil uji multikolinearitas pada tabel 5 menunjukkan bahwa tidak ada variabel yang memiliki nilai tolerance value kurang dari 0,10 dan tidak ada variabel yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan tidak ada multikolinearitas dalam model regresi.
Pengujian Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Kosekuensi adanya heteroskedastisitas dalam model regresi adalah penaksir (estimator) yang diperoleh menjadi tidak efisien, baik dalam sample kecil maupun besar meskipun penaksir yang diperoleh menggambarkan populasinya dan bertambahnya sample yang digunakan akan mendekati nilai sebenarnya (kosisten). Hal ini disebabkan variannya yang tidak minimum atau dengan kata lain tidak efisien.
Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresi variabel-variabel bebas dalam persamaan regresi dengan menggunakan absolut residual sebagai variabel dependen. Apabila hasilnya signifikan, maka dikatakan terjadi heteroskedastisitas (Gunawan Sumodiningrat, 1996), hasil analisis terlihat dalam table 6.
Hasil uji heteroskedastisitas pada tabel 6 diketahui bahwa semua variabel bebas yang digunakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat yaitu absolut residual ini dapat dilihat dari tingkat signifikansi dari masing-masing variabel bebas yang diteliti, di mana tingkat signifikansi dari masing-masing variabel bebas tersebut lebih besar dari 0,05 (5%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada heteroskedastisitas dalam model persamaan regresi dalam penelitian ini.
 Pengujian Model
1.Pengujian Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)
Uji ini menunjukan prosentase kemampuan variabel independen dalam menerangkan variasi variebel dependen. Besarnya koefisien determinasi dari 0 sampai 1. Semakin mendekati nol besarnya koefisien determinasi semakin kecil pengaruh variabel independen, sebaliknya semakin mendekati satu besarnya koefisien determinasi semakin besar pengaruh variabel independen. Hasil pengujian terlihat dalam table 7.
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa koefisien determinasi Adjusted R Square memiliki nilai sebesar 0,082, sehingga dapat dinyatakan bahwa kemampuan variabel independen (EPS, NPM, ROA, ROE, dan DER) dalam menjelaskan variasi variabel dependen (RS) amat terbatas, karena mendekati 0. Kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sebesar 8,2% dan sisanya sebesar 91,8% dijelaskan oleh variabel lain di luar model regersi penelitian ini.
2. Pengujian Secara Bersama-Sama (Uji F)
Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Tingkat signifikansi yang digunakan alpha () 5%. Hasil uji F disajikan dalam tabel 8 (dalam lampiran).
Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa memiliki F hitung sebesar 4,744 dengan probabilitas sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa p value (0,000) < tingkat signifikansi (0,05), sehingga H6 diterima, artinya EPS, NPM, ROA, ROE, dan DER secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham, akan tetapi karena berdasarkan pengujian R Square menunjukkan nilai Adjusted R Square 0,82 (8,2%) atau masih dibawah 50%, maka layak untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
Faktor fundamental perusahaan memegang peranan penting dalam proses pengambilan keputusan. Investor akan membeli saham apabila nilai intrinsiknya lebih dari harga pasar karena nilai intrinsik merupakan nilai riil dari saham perusahaan (Jogiyanto 2000). Investor dalam mengambil keputusan perlu memperhitungkan bagaimana tingkat kesehatan emiten, prospek pertumbuhannya kelak, serta kemampuan likuiditasnya dan yang paling penting analisis fundamental harus kuat. Seorang investor yang rasional, sebelum mengambil keputusan investasi mempertimbangkan pendapatan yang diharapkan (expected return) dan risiko (risk). Risiko investasi saham tercermin pada variabilitas pendapatan (return) saham, baik pendapatan saham individual maupun pendapatan saham secara keseluruhan (return market) di pasar modal (Nurdin Djayani, 1999).
Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan program komputer Statistic Package for Sosial Scince (SPSS) versi 17 dapat diperoleh hasil pada Tabel 9 (dalam lampiran).
RETURN t = -0,108 + 0,000 EPS t-1 + 0,009 NPM t-1 + 0,001 ROA t-1 + 0,004 ROE t-1+ 0,028 DER t-1 + E
Hasil persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi semua variabel bebas: EPS, NPM, ROA, ROE dan DER bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan EPS, NPM, ROA, ROE dan DER akan dapat meningkatkan return saham.
Hasil persamaan yang terbentuk dari hasil perhitungan regresi yang ditujukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas diatas tersebut selanjutnya masih memerlukan pengujian statistik lebih lanjut untuk mengetahui keabsahan model yang telah terbentuk. Pengujian-pengujian yang akan dilakukan untuk mengetahui keabsahan model tersebut meliputi masing-masing koefisien secara parsial, pengujian secara keseluruhan dari variabel bebas dan pengujian terhadap koefisien determinasi (adjusted R²)
Uji Hipotesis atau lebih dikenal sebagai uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen.
Pengaruh Earning per Share (EPS) terhadap Return Saham
Berdasarkan hasil perhitungan seperti pada tabel 9 terlihat bahwa variabel EPS mempunyai t hitung bertanda positif sebesar 1,780 dengan probabilitas sebesar 0,077. Hal tersebut menunjukkan bahwa p value (0,077) > tingkat signifikansi  (0,05), sehingga H­ tidak dapat diterima, artinya EPS tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham.
Hasil ini mengindikasikan bahwa laba per lembar saham secara parsial tidak berpengaruh terhadap return saham. Hasil ini bertentangan dengan teori yang mendasarinya bahwa EPS yang semakin besar akan menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih setelah pajak semakin meningkat, dengan meningkatnya laba bersih setelah pajak yang dihasilkan oleh perusahaan maka Total Return yang diterima oleh para pemegang saham juga semakin meningkat.
Hasil ini konsisten dengan penelitian Claude, at al (1996) dan Rita Kusumawati (2004), dimana EPS tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
Pengaruh Net Profit Margin (NPM) terhadap Return Saham
Hasil koefisien regresi  pada tabel 9 menunjukkan bahwa NPM mempunyai t hitung bertanda positif sebesar 0,561 dengan probabilitas sebesar 0,575. Hal tersebut menunjukkan bahwa p value (0,575) > tingkat signifikansi (0,05) sehingga H2 tidak dapat diterima, berarti NPM tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham.
Hasil ini mengindikasikan bahwa besarnya NPM yang dihasilkan oleh perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.  Kondisi ini kontradiktif dengan teori yang mendasarinya bahwa NPM menunjukkan tingkat kembalian keuntungan bersih terhadap penjualan bersihnya dan sekaligus menunjukkan efisiensi biaya yang dikeluarkan perusahaan. Sehingga jika NPM semakin besar atau mendekati satu, maka berarti semakin efisien biaya yang dikeluarkan sehingga semakin besar besar tingkat kembalian keuntungan bersih, semakin meningkatnya NPM, maka daya tarik investor semakin meningkat sehingga harga saham juga akan meningkat.
 Hasil penelitian ini mendukung Catur Wulandari (2005) yang menyatakan bahwa NPM tidak mempunyai pengaruh terhadap return saham.
Pengaruh Return on Asset (ROA) terhadap Return Saham
Hasil koefisien regresi pada tabel 9 menunjukkan bahwa ROA memiliki t hitung bertanda positif sebesar 0,419 dengan probabilitas sebesar 0,676. Hal tersebut menunjukkan bahwa p value (0,676) > tingkat signifikansi (0,05), sehingga H tidak dapat diterima, artinya ROA tidak mempunyai pengaruh secara signifikan return saham.
Hasil ini mengindikasikan bahwa besarnya ROA yang dihasilkan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Kondisi ini konsisten dengan hasil penelitian Rina Trisnawati (1999) yang menyatakan bahwa ROA tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap return harga saham dan menentang hasil penelitian Syahib Natarsyah (2000). Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa para investor tidak semata-mata menggunakan ROA sebagai ukuran dalam menilai kinerja perusahaan untuk memprediksi total return saham di pasar modal (terutama di BEI).
Pengaruh Return on Equity (ROE) terhadap Return Saham
Hasil koefisien regresi pada tabel 9 menunjukkan bahwa ROE memiliki t hitung bertanda positif sebesar 1,880 dengan probabilitas sebesar 0,061. Hal tersebut menunjukkan bahwa p value (0,061) > tingkat signifikansi (0,05), sehingga H4 tidak dapat diterima, berarti ROE tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham.
Hasil ini mengindikasikan bahwa besarnya ROE perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Hasil ini bertentangan sesuai dengan teori bahwa Return on Equity merupakan tolak ukur profitabilitas, dimana para pemegang saham pada umumnya ingin mengetahui tingkat probabilitas modal saham dan keuntungan yang telah mereka tanam kembali dalam bentuk laba yang ditanam. Apabila saham perusahaan diperdagangkan di bursa saham, tinggi rendahnya Return on Equity akan mempengaruhi tingkat permintaan saham tersebut di bursa dan harga jualnya. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian W. David Wall (2004) dan Nur Chozaemah (2004) yang menyatakan bahwa ROE tidak mempunyai pengaruh  signifikan terhadap return saham.
Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Return Saham
Hasil koefisien regresi pada tabel 9 menunjukkan bahwa DER memiliki t hitung bertanda positif sebesar 2,776 dengan probabilitas sebesar 0,006. Hal tersebut menunjukkan bahwa p value (0,006) < tingkat signifikansi (0,05), sehingga H5 diterima, berarti DER mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.
Hasil ini mengindikasikan adanya pertimbangan yang berbeda dari beberapa investor dalam memandang DER. Oleh sebagian investor DPR dipandang besarnya tanggung jawab perusahaan terhadap pihak ketiga yaitu kreditur yang memberikan pinjaman kepada perusahaan. Sehingga semakin besar nilai DER akan memperbesar tanggungan perusahaan. Namun demikian nampaknya beberapa investor justru memandang bahwa perusahaan yang tumbuh pasti akan memerlukan hutang sebagai dana tambahan untuk memenuhi pendanaan pada perusahaan yang tumbuh. Perusahan tersebut memerlukan banyak dana operasional yang tidak mungkin dapat dipenuhi hanya dari modal sendiri yang dimiliki perusahaan.
Kondisi ini menyebabkan kemungkinan berkembangnya perusahaan dimasa yang akan datang yang berujung pada meningkatnya return saham. Hasil penelitian ini konsisten dengan Syahib Natarsyah (2000) dan Catur Wulandari (2005) yang menyatakan bahwa DER mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan return saham. Syahib Natarsyah (2000) menyatakan bahwa meskipun DER mempunyai pengaruh positif, bukan berarti bahwa perusahaan dapat menentukan proporsi hutang dengan setinggi-tingginya, karena proporsi hutang yang semakin besar akan menimbulkan risiko yang besar. Para pemodal akan menetapkan tingkat keuntungan yang lebih besar lagi terhadap setiap rupiah yang ditanam perusahaan tersebut (premium financial risk), sehingga nilai perusahaan cenderung turun.
Catur Wulandari (2005) menyatakan bahwa pada dasarnya DER setiap perusahaan berbeda-beda tergantung dari karakter bisnis dan keberagamannya arus kas suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki DER yang lebih tinggi dari perusahaan memiliki arus kas yang stabil.

SIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1.      Hasil penelitian menunjukkan bahwa DER terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham; sedangkan EPS, NPM, ROA, dan ROE tidak berpengaruh terhadap return  saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006 sampai dengan 2008.
2.      Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel EPS, NPM, ROA, ROE, dan DER, mempunyai kemampuan prediksi terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006 sampai dengan 2008.
Implikasi Teori
Secara teori penelitian ini memberikan justifikasi ilmiah apakah variabel EPS, NPM, ROA, ROE dan DER mempunyai pengaruh terhadap return saham. Berdasarkan hasil pengujian sebagaimana diuraikan pada bab-bab terdahulu, maka hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi implikasi teoritis sebagai berikut:
1. Variabel independen EPS, NPM, ROA, dan ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham, namun demikian bukan berarti secara teoritis menyimpang. Variabel-variabel independen tersebut masih dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut, karena masih berpengaruh positif terhadap return saham, dan juga diketahui bahwa  nilai signifikansi variabel EPS dan ROE masih dibawah nilai signifikansi marjinal 10%, sehingga EPS dan ROE masih sangat potensial digunakan sebagai variabel yang mempengaruhi return saham.
2. Variabel independen DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham, hasil ini secara teoritis menguatkan konsep DER sebagaimana dijelaskan pada bab terdahulu, juga konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahib Natarsyah (2000) dan Catur Wulandari (2005).
3. Bagi para akademisi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya dibidang manajemen keuangan terutama yang terkait dengan faktor-faktor fundamental dan return saham.
Implikasi Kebijakan
Setelah mengatahui hasil penelitian ini, maka langkah selanjutnya adalah menguraikan implikasi kebijakan yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi investor dan manajemen sebagai berikut:
1.  Investor sebaiknya juga memperhatikan faktor-faktor fundamental keuangan yang mencerminkan kinerja keuangan perusahaan selain return saham itu sendiri sebelum memutuskan untuk berinvestasi. Faktor-faktor fundamental tersebut diantaranya adalah DER. Saham-saham emiten yang memiliki kinerja keuangan yang baik dapat dijadikan pilihan untuk berinvestasi karena berpengaruh terhadap return saham.
2.  Bagi manajemen, karena faktor fundamental yang tersaji dari laporan keuangan sangat diperlukan oleh para investor, sehingga dapat digunakan sebagai sinyal positif untuk menilai return saham. Rasio-rasio keuangan seperti EPS, NPM, ROA, ROE dan DER karena berpengaruh positif terhadap return saham, sesuai dengan motivasi signaling dapat digunakan oleh manajemen sebagai sinyal untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham.
Agenda Penelitian Mendatang
Hasil penelitian ini menunjukkan hanya variabel leverage (DER) yang hepotesisnya diterima, sedangkan variabel lainnya (EPS, NPM, ROA dan ROE) hipotesisnya ditolak, ini akan memberikan peluang penelitian selanjutnya :
1.  Penelitian ini yang dijadikan sampel hanya perusahaan disektor manufaktur, maka dimungkinkan untuk diperluas cakupan sektor yang ditiliti seperti sektor keuangan, properti, trasnportasi dan perusahaan jasa sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik dan akurat.
2.  Penelitian akan lebih memberikan hasil maksimal jika faktor-faktor fundamental lainnya seperti likuiditas, aktivitas perusahaan dan rasio pasar dimasukkan sebagai prediktor dalam memprediksi return saham. Disamping itu perlu juga dilakukan perluasan penelitian yang menghubungkan antara variabel makro ekonomi dan non ekonomi terhadap indeks harga saham. Variabel makro ekonomi yang mungkin berpengaruh terhadap return saham antara lain: tingkat bunga, kurs rupiah terhadap valuta asing, neraca pembayaran, ekspor-impor dan kondisi ekonomi lainnya; serta variabel non ekonomi seperti kondisi politik  negara.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim. 2001. Statistik Deskriptif untuk Ekonomi dan Bisnis. Ekonisiasi UII. Yogyakarta.
Agnes Sawir. 2005. Analisis Kinerja dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.
Agus. 2005. Validitas Penggunaan CAPM di dalam Memprediksi Return Saham di BEJ dengan Data Tiga Tahunan. www.ekofeum.or.id
Agustin. 2002. “Pengaruh Beberapa Rasio Keuangan dan Risiko Sistematik terhadap Harga Saham”. www.ekofeum.or.id
Albed Eko Limbang. 2006. Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik Terhadap Tingkat Keuntungan Saham Perbankan di BEJ. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Ambrose. 2009. “Secured Debt and Corporate Performance Evidence FEITs. The Pennsy Luania State University, National University of Singapure.
Annio Indah Lestari Nasution. 2006. Pengaruh Faktor Fundamental dan Teknikal Terhadap Harga Saham Properti yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Ary Suta. 2000. Menuju Pasar Modal Modern. Edisi Pertama. Sad Satrio Bhakti. Jakarta.
Asep Rohimat. 2004. “Pilih Dividen atau Capital Gain?”. SWA 17/XX/9 Agustus-1 September, Hal. 85-88.
Asyik, Nur Fajrih dan Soelistyo. 2000. “Kemampuan Rasio Keuangan dalam Memprediksi Laba (Penetapan Rasio Keuangan sebagai discriminator)”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 15, No.3: 313-331.
Bambang Riyanto. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPEE UGM, Yogyakarta.
Bodie, Zvi, Kane, Alex. & Marcus, Alan J. 2005. Investmens. 6 Th Edition. New York:Mc Graw Hill
Brigham. 1983. Fundamentals of Financial Management. Third Edition. The Dryden Press.
Brigham, E.F., Houston, J.F. 2001 Fundamentals of Financial Management. Ninth Edition. Harcourt.
Brigham, E.F., Gapenski, Louis. 1997. Intermediate Financial Management. Fifth Edition. Sea Harbor Driver: The Dryden Press.
Catur Wulandari. 2005. Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental terhadap Perbahan Harga Saham di BEJ. Tesis.  FE UMM.
Chaerul Djakman. 1999. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Salemba Empat, Jakarta.
Claude. et al., 1996. “Political Risk, Economic Risk, and Finacial Risk”. Finacial Analysis Journal, Nov-Dec: 29-45.
Crabb, Peter R. 2003. “Finance and Investment using The Wall Street Journal”, McGraw-Hill, New York.
Gujarati Damodar. 1997, Ekonometrika Dasar. Terjemahan, Edisi 5, Erlangga, Jakarta.
Dodd, J.L. dan Simmin, Chen. 1996. “EVA a New Pancea?”. B&E Reviev, July-September, pp.26-28.
Dwi Martani, Mulyono, dan Rahfiani Khairurizka. 2009. “Effect of Financial Ratios, Firms Size, and Cash Flow Operating Activities in the Interim Report to the Stoch Return”. Jurnal Ekonomi. Fakultas Ekonomi. UI
Eduardus Tandelilin. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta.
Fransisca dan Hasan Sakti Siregar. 2006. “Pengaruh Faktor Internal Bank terhadap Volume Kredit Bank Yang Go Public Di Indonesia”. Jurnal Akuntansi 6 USU.
Gitman, Lawrence J. 1994. “Principles of Managerial Finance”. Seventh Edition. New York: Harper Collins College Publishers.
Gulnur Maragdoglu. 2008. “An Empirical Tes on Leverage and Stock Return. Cash Business School. London International Jurnal.
Gordon. 1996. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Harga Saham Perusahaan Industri”. Jurnal Ekonomi dan Manajemen. Vol. 4.
Hanafi Mamduh M.  1996. Analisis Laporan Keuangan. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. 
Harries Hidayat dan Hakinus Manao. 2000. “ Asosiasi Laba Tahunan Emiten dengan Harga Saham Ditinjau dari Ukuran da Debt-Equity Ratio Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi III: Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Pendidik. September: 522-536.
H. M. Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi 2. BPFE, Yogyakarta.
Hebble Annette. 2005. “Corporate Governance and Firm Characteristic”, Journal of Business of Economics, Universitas of St Thomas.
Iin Martiyatiningsih. 2004. Analisis Pengaruh risiko Investasi terhadap Return Saham Perusahaan yang tergabung dalam LQ45 di BEJ tahun 2003. Tesis.  UMM.
Imam Ghozali. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Universitas Diponegoro, Semarang.
Imron Rosyadi. 2002. “Keterkaitan Kinerja Keuangan dengan Harga Saham”. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, Vol.1, No. 1.
Institute for Economic and Finance Research 2009. Indonesian Capital Market Direktory. Jakarta
Institute for Economic and Finance Research 2009. Jakarta Stock Exchange (JSX) Statistic. Jakarta
Jogiyanto. 1998. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. BPEE UGM: Yogyakarta.
Jones, C.P. 2004. Investment: Analysis and Management. Ninth Edition. John Wiley & Sons, Inc
James C. Van Home. 2005. Fundamentasls of Financial Management. Jakarta
Komaruddin Ahmad. 1996. Dasar-dasar Manajemen Investasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Mas’ud Machfoed. 1994. “Financial Ratio Analysis and The Prediction of Eraning Changs in Indonesia”, Kelola, No. 7/III/1994:114-134.
Marwata. 2001. “Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia”. Makalah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IV, 2001.
Minar Simanungkalit. 2009. Pengaruh Profitabilitas dan Rasio Leverage Keuangan Terhadap Return Saham pada Perusahaan Makanan dan Minuman Terbuka di Indonesia. Tesis. USU. Medan.
Murtanto dan Harkivent. 2000. “Analisis Pengaruh Infromasi Laba”, Jurnal Ekonomi, Vol.6 No.3, hal. 992-1021.
Njo Anastasia. 2001. “ Analisis Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham Properti di BEJ”.  Jurnal Akuntansi dan Keuangan Universitas Kristen Petra Vol.5 No. 2: 123-131.
Noer Sasongko dan Nila Wulandari. 2006. Pengaruh EVA Dan Rasio-Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham. Jurnal Ekonomi, Vol 19. Hal 64-79.
Nur Chozaemah. 2004. Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental terhadap Perubahan Harga Saham (Studi pada Perusahaan Barang dan Konsumsi yang Go Public Di BEJ).  Tesis. UMM.
Nurdin Djayani. 1999. “Risiko Investasi pada Saham Properti di BEJ”. Usahawan No. 03 th XXV III Maret.
Pancawati Pancawati, L. Suryanto dan Anies Chariri. 2001. “Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko Ekonomi terhadap Return Saham pada Perusahaan di BEJ: Studi Kasus Basic Industry dan Chemical”. Jurnal Bisnis Strategi vol.8, Desember 2001, th VI Program MM UNDIP.
Penman, Stephen H., and Theodore Sougiannis. 1998. “A Comparison of Devidend, Cash Flow and Earnings Approaches to Equity Valuation”. Contemporary Accounting Research, vol. 15 No. 3 (Fall): 343-383
Prastowo. 1995. Analisis Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi. AMP YKPN, Jakarta.
Rechtmawan Dwipayana. 2007. Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham pada Sektor Perbankan di BEJ Periode Tahun 2003-2006. Tesis. UNDIP. Semarang
Rina Trisnawati. 1999. “Pengaruh Informasi Prospektus pada Return Saham di Pasar Modal”. Simposium Nasional Akuntansi II dan Rapat Anggota II. Ikatan Akuntan Indonesia, Kompartemen Akuntan Pendidik, 24-25 Sept.,hal. 1-3.
Rita Kusumawati. 2004. Analisis Pengaruh Faktor Fundamental terhadap return Saham Kasus pada Perusahan Manufaktur Di BEJ Periode 1998-2001. Jurnal Analisis Bisnis dan Ekonomi, Vol 2. Hal 69-83.
Retno Miliasih. 2006. “Analisis Pengaruh Stock Split Terhadap Perubahan Harga Saham”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Vol.13 No. 1, Maret 2006:I-20.
Robert Ang. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta. Mediasoft Indonesia.
Saeful Anam. 2002. Pengaruh Rasio Profitabilitas dan Leverage terhadap Return Saham Perusahaan: Studi kasus Industri Manufaktur di BEJ. Tesis. Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Syahib Natarsyah. 2000. “Analisis Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik terhadap Harga Saham (Kasus Industri Barang Konsumsi yang Go-Public Di Pasar Modal Indonesia)”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.15 No. 3.
Siti Resmi. 2002. Keterkaitan Kinerja Keuanggan Perusahaan dengan Return Saham. KOMPAK. No 6. hal 275-300.
Siddharta Utama dan Anto Yulianto Budi Santoso. 1998. “Kaitan Antara Rasio Price/Book Value dan Imbal Hasil Saham pada Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Ekonomi. Vol.1,No.1, Januari, hal. 127-140.
Sparta. 2000. “Pengaruh Faktor Fundamental Lembaga Keuangan Bank Terhadap Harga Saham di BEJ”. Jurnal Ekonomi. FE UNTAR. 2000
Sri Wahyuningsih. 2007. Analisis Pengaruh Investasi terhadap Return Saham Perusahaan yang Tergabung dalam LQ 45 Di BEJ Tahun 2004. Tesis. UMM.
Suad Husnan. 1998. Pembelajaran Perusahaan (Dasar-Dasar Manajemen Keuangan). Edisi Ketiga. Liberty, Yogyakarta.
                       . 2001. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi 3. AMP YKPN, Yogyakarta.
Sunariyah. 2000. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi II. UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Sunarto. 2001. “Pengaruh Rasio Profitabilitas dan Leverage Terhadap Return Saham Perusahaan Manufaktur di BEJ”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi.
______. 2008. Peran Persistensi Laba Memoderasi Hubungan Antara Earnings Opacity dengan Biaya Ekuitas dan Aktivitas Volume Perdagangan (Studi Empiris pada Perusahaan Go Public di Indonesia selain Sektor Keuangan dan Properti). Disertasi. Program Doktor Ilmu Ekonomi. Universitas Diponegoro. Semarang (tidak dipublikasikan).
Syamsul Danupranata. 1999. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Indeks Harga Saham Individual Di BEJ Tahun 1996 –1997. Jurnal IDEA, Edisi 5, hal 78 –108.
Yeye Susilowati. 2006. Konsekuensi Signal Subtitusi dan Komplemen Dalam Keputusan Keputusan Pendanaan. Disertasi. Program Doktor Ilmu Ekonomi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yogo Purnomo. 1998. “Keterkaitan Kinerja Keuangan dengan Harga Saham”, Usahawan, Desember. No.12, Th XXVII:33-38.



LAMPIRAN
Tabel 1.   Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

No.
Variabel
Definisi
Pengukuran
Skala Pengukuran
Referensi
1.




Return Saham





Pengurangan harga saham pada tahun t dengan harga saham tahun sebelumnya kemudian dibagi dengan harga saham sebelumnya.
Rasio
Jogiyanto (2000)
2.


EPS



Rasio antara earning after taxs terhadap total saham yang diterbitkan

Rasio
Tandelilin (2001)
3.

NPM

Rasio antara earning after tax terhadap net sales
Rasio
Prastowo (1995)
4.

ROA
Rasio antara earning after tax terhadap total asset
Rasio
Tandelilin (2001)
5.

ROE
Rasio antara earning after tax tarhadap total equity
Rasio
Tandelilin (2001)
Sumber : Dikembangkan untuk penelitian ini


Tabel 2. Statistik Deskritif

Variabel
Minimum
Maksimum
Mean 
Std. Deviasi
Ri
EPS
NPM
ROA
ROE
DER

-.58
-487.00
-.23
-19.72
-28.15
-5.14

.98
12120.00
5.94
30.61
36.74
7.28

.0297
500.4000
.2249
6.3535
11.3405
1.2633

.26249
1402.88104
.71285
5.51214
8.93903
1.20184

Sumber: Data sekunder yang diolah



Tabel 3. Uji Normalitas

Statistics
Unstandardized Residual
N
Valid
212
Missing
0
Skewness
.184
Std. Error of Skewness
.167
Rasio Skewness
1,107
Sumber : Data sekunder yang diolah



Tabel 4. Uji Autokorelasi
               
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1
.321a
.103
.082
.16550
1.839
Sumber: Data skunder yang diolah


Tabel 5. Uji Multikolinearitas

Variabel
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
EPS
NPM
ROA
ROE
DER
.868
.972
.400
.473
.836
1.153
1.028
2.502
2.113
1.1196
Sumber: Data skunder yang diolah


Tabel 6. Uji Heteroskedastisitas



Model 
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
 1



(Constant) EPS
NPM
ROA
ROE
DER
.130
.000
.004
-.001
.000
.003

.014
.000
.009
.002
.001
.006

.039
.028
-.046
.014
.036
9.060
.528
.396
-.417
.135
.468
.000
.868
.692
.677
.893
.640
Sumber: Data skunder yang diolah


Tabel 7. Koefisien Determinasi

Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.321a
.103
.082
.16550
Sumber: Data skunder yang diolah

Tabel 8. ANOVA

Model
Sum of
Square
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
Residual
Total
0.650
5.642
6.292
5
206
211
.130
.027
4.744
.000a

Sumber: Data sekunder yang diolah

Tabel 9. Hasil Perhitungan Regresi

Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta


1
(Constant)
-.108
.024

-4.398
.000
EPS
.000
.000
.126
1.780
.077
NPM
.009
.015
.038
.561
.575
ROA
.001
.003
.044
.419
.676
ROE
.004
.002
.180
1.880
.061
DER
.028
.010
.200
2.776
.006
Sumber: Data skunder yang diolah